Wednesday, December 28, 2011

Merasa Sulit

Menjalani hubungan bersamanya memang tak pernah mudah. Dari awal aku memutuskan untuk mendekatinya, teman baikku mengatakan bahwa aku sudah gila. Entah apanya yang gila. Mungkin karena umurnya, pekerjaannya, statusnya, atau rasa sukaku padanya. I admit that she's out of my box. I never think about get a girlfriend like her (I mean, her and all the stuff behind her).


Seperti biasa tahap yang kulakukan saat pendekatan adalah memberitahu tentang orientasi seksualku. Lalu setelah beberapa waktu dan melihat responnya, aku baru maju ke langkah berikutnya, memberitahu tentang perasaanku padanya. After that, I just can wait for her respond, positive or not. Awalnya aku tahu dan yakin bahwa dia merasa nyaman dengan kedekatan kami. Tapi beberapa hari kemudian dia menjauhkan dirinya dan menghindariku. Banyak menyampaikan hal-hal yang cukup menyakitkan. Setelah keputusannya itupun, kami hampir tidak melakukan kontak. Paling-paling hanya saling mengirim SMS basa-basi hanya untuk keep in touch.
Masa depan memang tak bisa diprediksi. Setelah penolakan tanpa penembakan itu terjadi, aku memutuskan untuk berani menjemputnya dan hal tersebut ternyata dapat mengubah semua situasi dan kondisi yang ada. Singkatnya, kami akhirnya memutuskan untuk berpacaran. Dan sekarang sudah lebih dari 1,5 tahun kami menjalaninya. Menjadi mudah? Sejujurnya, tidak. Tidak pernah menjadi hal yang mudah walaupun status sudah ada antara kami.


Pertama mengenalnya, aku mengenal dia sebagai teman, kakak, dan sosok yang bijaksana dan selalu menjadi pendengar yang baik. Tetapi sewaktu menjadi pacarnya, aku mulai tahu rutinitas harian dia, prioritas, pekerjaan, kesibukan, yang membuat aku cukup terkejut dan harus beradaptasi. Karena jujur saja, dengan mantan-mantan sebelumnya, intensitas dan waktu yang tersedia cukup banyak. Ditambah semakin kita dekat dengan seseorang, tuntutan untuk mengerti dan menerima pasti semakin tinggi. Merasa orang tersebut adalah orang yang seharusnya paling mengerti situasi yang kita hadapi. Berat buatku untuk menerima semua hal itu. But in fact, I love her so much and I decided to do my best.


Kami sama-sama melakukan perubahan dan mencoba menerima masing-masing apa adanya. Pertengkaran selalu menjadi bumbu, bahkan berlebih, di hubungan kami. Beberapa kali kata putus terlontar dari mulutnya dan kata lelah diucapkannya. Tapi ternyata kami masih di sini menjalani hubungan yang ada. Aku yang tak pernah tahu bagaimana rasanya orang yang kusayang lebih memikirkan orang lain, akhirnya harus kena batunya juga. Dia yang tak pernah berpikir akan mendapat pacar perempuan yang emosional dan posesif luar biasa juga sama saja. Kami saling menyakiti sewaktu marah. Kemudian kembali membuktikan cinta kami dengan bertahan dan saling sayang.


Buatku, hubungan dengannya memang berat. Hampir 1 tahun pertama hubungan kami, aku merasa rasa sayangku berat sebelah. Aku lebih membutuhkannya dan segala macam embel-embelnya. Menjelang akhir tahun pertama, dia mulai menunjukkan perubahan dan rasa sayangnya yang luar biasa juga. Mungkin aku yang kurang menghargai atau apa, tapi perasaan tidak dibutuhkan selalu ada. Sampai kemarin malam akhirnya aku bicara lagi (mungkin bukan pertama kalinya) bahwa aku ingin dia membutuhkanku seperti aku membutuhkannya. Semua uneg-uneg keluar begitu saja. Aku kadang-kadang lelah harus merasa seperti itu. Inti kalimat yang mewakili perasaanku kemarin adalah, "Gimana orang harus ngerasa dihargain dan dibutuhin kalo pada dasarnya dia ga merasa semua itu ada?!"

Ya, mungkin dia akan mencoba lagi untuk lebih menunjukkan hal itu. Karena ketika suatu hubungan tidak seimbang, maka akan sulit mempertahankannya.